BERITA
JakartaSelasa 09 Agustus 2011 | 09:24 WIB
Saatnya Beralih ke Asuransi yang Islami


Berbeda dengan asuransi konvensional yang menggunakan akad jual/beli (tabaduli) dan investasi dana berdasarkan bunga (riba), asuransi syariah menggunakan konsep mudarabah, yakni pemilik dana/nasabah/tertanggung (shahibul maal) dengan pengusaha/penanggung (mudharib) melakukan akad untuk menjalankan usaha bersama. Keuntungan yang diperoleh kemudian dibagi di antara keduanya, dengan perbandingan nisbah yang disepakati sebelumnya. ACA Syariah, unit usaha dari PT Asuransi Central Asia (ACA), telah menggunakan prinsip-prinsip syariah dalam menjalankan bisnis, kebutuhan produk proteksi (asuransi), sekaligus investasi, sejak pertama kali diluncurkan pada 2004. "Kami ingin memberikan solusi bagi masyarakat yang menginginkan produk asuransi sekaligus investasi yang sesuai dengan hukum Islam," kata Kepala Divisi Syariah ACA Muhammad Faried. Sesuai dengan prinsip yang menjadi dasar pelaksanaan ACA Syariah, jelas Faried, seluruh dana yang dihimpun dari pemegang polis asuransi akan dikelola sesuai dengan prinsip syariah. Keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana pemegang polis asuransi yang dikembangkan dengan prinsip bagi hasil. Hal tersebut sesuai dengan konsep dasar asuransi syariah, akad tabarru. Dalam akad tersebut, peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah. Para pemegang polis dalam hal ini berkedudukan sebagai pemilik modal (shahibul mal) dan ACA Syariah berfungsi sebagai pemegang amanah (mudharib). Setiap premi yang dibayar pemegang polis akan dimasukkan ke rekening tabarru perusahaan, yaitu kumpulan dana yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dan kebajikan, untuk tujuan saling menolong dan saling membantu. ACA Syariah juga menganut prinsip takaful yang berarti saling menanggung (risk sharing). Jika salah satu peserta terkena musibah, peserta lain secara bersama-sama akan menanggung risiko peserta tersebut melalui dana tabarru yang terkumpul. Sebagai instrumen investasi, jelas Faried, dana yang terkumpul dikelola perusahaan pada instrumen-instrumen investasi yang halal, di antaranya instrumen saham kelompok Jakarta Islamic Index (JII), obligasi syariah (sukuk) atau deposito syariah. "Jadi, secara Islam asuransi syariah masuk kategori halal. Semua didasarkan pada hukum Islam," ujarnya. Menurut Faried, dewasa ini kebutuhan masyarakat akan sebuah produk telah mengalami transformasi dari level intelektual (rasional) ke emosional dan akhirnya ke spiritual. Nilai spiritual Kini konsumen akan mempertimbangkan kesesuaian produk dan jasa terhadap nilai-nilai spiritual yang diyakininya. Orang tidak semata-mata menghitung untung atau rugi, tidak terpengaruh lagi dengan hal yang bersifat duniawi. Terlebih di Indonesia yang masyarakatnya terkenal cukup agamais. "Produk asuransi yang berlatar belakang islami akan berpengaruh emosional bagi nasabah. Mungkin tadinya terpaksa mengasuransikan asetnya ke asuransi konvensional, saat ini sudah bisa diproteksi dengan asuransi syariah. Jadi sekarang saatnya nasabah yang agamais mulai beralih ke asuransi bernuansa islami," kata dia. ACA Syariah saat ini mulai merasakan hal tersebut. Itu terbukti dari pertumbuhan signifikan pendapatan premi yang mencapai dua kali lipat, dari Rp8 miliar pada 2009 menjadi Rp17 miliar pada tahun lalu. Adapun per Juni 2011 ACA Syariah telah membukukan pendapatan premi sebesar Rp10 miliar. "Tahun lalu industri tumbuh 35%, kami tumbuh di atas 200%. Akhir tahun ini kami optimistis dapat mencapai angka Rp20 miliar," kata Faried. Dengan bermodal (equity) Rp50 miliar, unit usaha ACA tersebut memiliki mayoritas nasabah berasal dari korporasi sekitar 70% dan 30% nasabah ritel. ACA Syariah saat ini memiliki lebih dari 10 produk asuransi, yang tiga di antaranya ditujukan bagi segmen ritel, yaitu Asuransi Kebakaran Rumah Tinggal, Asuransi Kendaraan Bermotor, dan Asuransi Kecelakaan Diri. Meski masih berkontribusi kecil, Faried memastikan induk usaha selalu memberikan dukungan penuh, baik teknis maupun permodalan. ACA Syariah pada dasarnya telah siap jika sewaktu-waktu pemerintah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan unit usaha syariah (UUS) memisahkan diri (spin off) dari induknya. "Pada dasarnya kami siap melakukan spin off. Saat ini kami masih menunggu aturan yang mewajibkan asuransi syariah dipisahkan dari induk usaha," ujarnya. Satu hal yang pasti, untuk mendukung rencana tersebut saat ini ACA Syariah tengah melancarkan berbagi ekspansi dan pengembangan. Di antaranya dengan mengembangkan jaringan penjualan yang mengupayakan di seluruh jaringan ACA terdapat produk-produk ACA Syariah. Sampai hari ini ACA telah memiliki 40 kantor cabang dan 36 kantor perwakilan yang melayani penjualan polis dan klaim, yang tersebar di seluruh provinsi dan kota-kota besar di Indonesia. "Selain itu kami juga sudah menggandeng rekanan dengan lebih 12 perbankan syariah. Ke depan kita juga akan coba merangkul bank pembangunan rakyat syariah (BPRS), koperasi syariah, maupun pesantren," pungkas Faried. Sumber: Media Indonesia, Jumat 5 Agustus 2011